Efek Ekonomi Naik

Harga bahan pokok tak banyak berubah memasuki akhir 2023. Cabai, gula, hingga minyak goreng semuanya kompak mahal.

Bahkan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan hingga harus mengerek harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng besutan pemerintah, Minyakita. Harga minyak ragam ini rencananya akan dinaikkan dari Rp14 ribu per liter menjadi Rp15 ribu per liter.

“Ya memang Rp14 ribu mestinya, namun mencontoh perkembangan inflasi. Tetapi kita belum menetapkan. Masih harus rapat menteri koordinator (menko) dahulu untuk jadi Rp15 ribu (per liter),” kata pria yang akrab disapa Zulhas di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (29/11).

Di daerah lain, Zulhas kaget harga cabai melonjak hingga Rp120 ribu per kg. Ia menemukan momen ini kala berkunjung ke Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat.

Tidak hanya satu pedagang, naiknya harga cabai juga dikeluhkan pedagang lain. Mereka mengaku kenaikan disebabkan sedari cabai di pasar induk yang dipatok Rp100 ribu per kg.

Sementara itu, Pusat Info Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mencatat harga gula pasir lokal naik 1,1 persen ke Rp17.450 per kg pada awal minggu ini. Kemudian, gula kwalitas premium naik 1,4 persen ke Rp17.550 per kg.

Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian memandang adanya kompleksitas biang kerok mahalnya harga bahan pokok. Setidaknya ada dua pokok alasan yang menjadi biang kerok kenaikan harga bahan pokok itu, adalah; El Nino dan permintaan yang meningkat.

“Stabil mahal sebab sebagian komoditas, seperti beras dan cabai yang mayoritas dipenuhi slot server thailand dalam negeri disebabkan dua faktor, adalah supply terganggu imbas El Nino dan demand masyarakat relatif tinggi memasuki Nataru serta momentum pesta demokrasi (Pemilu 2024),” katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/12).

Meski sebagian komoditas lain, seperti gula, yang 60 persen dipenuhi dari impor harganya dipengaruhi situasi di tahapan global. Eliza menyinggung sekarang harga gula berfluktuasi sebab India sebagai salah satu negara pengekspor membatasi pengirimannya.

Mirip seperti Indonesia, India juga memasuki tahun pemilu sehingga pemerintahnya berkepentingan menjaga stabilitas harga demi menghindari chaos.

Eliza menganggap sengkarut situasi sulit pangan Indonesia sekarang telah sepantasnya fenomena gunung es. Kendati, ia mengakui yang kelihatan sekarang seolah-olah harga mahal murni imbas El Nino.

“Meski jika kita dalami, situasi sulit pangan ini tak terlepas dari tata kelola yang masih semrawut. Data pangan yang cermat dan real time tak ada, insentif bagi petani berkurang, subsidi pupuk dan solar dikurangi sehingga tarif produksi meningkat serta berujung kepada kenaikan harga di konsumen,” kritiknya.

Selain itu, ia menyoroti rantai pasok yang masih panjang sehingga menyebabkan inefisiensi. Kurangnya research and development (RnD) untuk menggunakan teknologi yang dapat menggenjot jumlah produksi dan menekan tarif ikut serta ia permasalahkan.

By admin 9